Sabtu, 07 Juli 2018

Embung Tambakboyo [yang katanya] akan menjadi sumber cadangan air PDAM masa depan



Embung Tambakboyo, Sleman, Yogyakarta.

Salah satu destinasi di kabupaten Sleman Yogyakarta yang banyak dikunjungi warga (baik penduduk asli setempat ataupun pendatang) adalah Embung Tambakboyo. Tempat ini merupakan wilayah konservasi air yang memanfaatkan sumber air dari sungai Tambak Bayan dan sungai Buntung sebagai sarana pengairan dan cadangan air untuk PDAM di masa yang akan datang. Selain sebagai system pengairan, waduk ini pun sering digunakan sebagai area wisata bagi warga yang gemar memancing, pacu kuda, jogging, atau sekedar menghabiskan waktu sore hari bersantai sambil menikmati matahari tenggelam diantara atap-atap rumah warga yang bersusun. Bahkan di sekitar Embung Tambakboyo tersedia penginapan bagi wisatawan yang berkunjung dan ingin menikmati keindahan pemandangan di tempat ini.

Nowadays, dari sekian kelebihan yang terpapar rupanya tak membuat Embung Tambakboyo tenar kepopulerannya. Diduga salah satu faktor pemicu lantaran masih banyaknya sampah yang berserakan bahkan mengapung di genangan waduk yang membuat siapapun merasa 'sakit' melihatnya. Menurut salah seorang warga sekitar, terror sampah ini seperti air yang dibelah: seberapa giatpun dibersihkan, sampah akan kembali hadir lagi dan lagi. Jika sudah demikian, dimanakah letak kesalahan yang menyebabkan sampah enggan meninggalkan lokasi sumber kehidupan kita di masa yang akan datang ini? Mengingat Tambakboyo merupakan salah satu titik lokasi penting yang ada di Yogyakarta, mungkin sudah sepatutnya kita memikirkan bagaimana cara untuk mengakhiri teror sampah ini secara bersama-sama.

Tambakboyo dan beragam kehidupan didalamnya
Sebenarnya Embung atau Waduk Tambakboyo merupakan area konservasi air yang terletak diantara tiga desa yaitu: Condongcatur, Maguwo, dan Wedomartani di kabupaten Sleman, Yogyakarta. Perencanaan pembangunan embung ini berjalan sejak tahun 2003 sampai 2008 yang memakan wilayah seluas 7,8 hektar dengan volume tampung air sekitar 400.000 m3. Fungsi utama dari waduk ini ialah sebagai cadangan dan resapan air tanah untuk warga Bantul, Sleman, dan Yogyakarta. Namun seiring perkembangannya, kini Embung Tambakboyo mengalami perluasan fungsi, tidak hanya sebagai 'wilayah sumber kehidupan' dimasa depan, namun juga menjadi sarana rekreasi bagi warga sekitar. Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya jumlah pengunjung yang memenuhi tempat ini tiap harinya.

Diantara para pengunjung yang datang, memancing merupakan salah satu kegiatan yang paling banyak mereka lakukan di Tambakboyo. Di waduk ini terdapat sedikitnya 4 jenis ikan yang berkembang biak, yaitu; wader, kotes, nila, dan sepat. Tidak perlu kaget jika menemukan ikan jenis lain berkeliaran di tempat ini, karena pada dasarnya area ini berusaha menyediakan sumber air yang sehat dan layak konsumsi bagi semua makhluk hidup, termasuk ikan. Selain itu, kegiatan lain yang dapat kalian temukan ialah olahraga lari sore dan pacu kuda. Tiap sore tempat ini akan dipenuhi oleh para pembakar lemak, dan orang-orang yang mempersiapkan diri untuk kompetisi ataupun sekedar mencari kesenangan melalui pacu kuda. Kalian juga dapat menemukan para pengunjung yang duduk-duduk santai ditepian waduk menikmati kemilau senja saat matahari terbenam ditemani berbagai jajanan lokal yang dijajakan pada titik-titik tertentu di lokasi Tambak Boyo.

Secara sosial, Tambakboyo nampak sangat ideal sebagai destinasi wisata bagi warga untuk memperluas relasi dan menjalin keakraban, menyalurkan hobi, mengasah kemampuan dan kreatifitas, melepas energi negatif dalam tubuh, penyedia keindahan bagi penikmat alam, serta sebagai sumber kehidupan di masa yang akan datang. Pertumbuhan ekonomi disinipun ditandai dengan hadirnya lokasi pelatihan pacu kuda, pembangunan penginapan, dan tempat beberapa jajanan lokal dijajakan. Melihat fakta tersebut, tak heran jika Tambakboyo berpeluang menjadi salah satu destinasi wisata favorit yang ada di kota Yogyakarta. Tentu semua berharap demikian. Hanya saja yang mengherankan, aksi terror sampah nampak masih menjadi permasalahan utama di tempat ini. Pada beberapa titik lokasi di Tambakboyo terlihat tumpukan sampah yang berserakan, tidak hanya di tepian jalan atau sekitar pemukiman warga dan sela-sela pohon, sampah-sampah inipun juga mengapung di genangan air. Membuat genangan air yang tenang nampak keruh dan berbau tidak sedap.




Melihat kondisi tersebut, istilah egoisme dirasa tepat untuk menggambarkan alasan dari timbulnya masalah kebersihan lingkungan di Embung Tambakboyo. Disini terdapat unsur kontradiktif antara lingkungan sekitar Embung yang tercemar dengan aktifitas masyarakat yang memanfaatkan embung untuk kegiatan sehari hari mereka, seperti para pemancing yang menyalurkan hobi atau mencari ikan untuk santapan makan malam, mereka ini yang notabene mencari makanan untuk memenuhi kebutuahn pangan, rupanya secara sadar ataupun tidak tengah membahayakan kehidupannya sendiri karena mengonsumi ikan dari air yang tercemar. Belum lagi masyarakat atau pemuda yang memanfaatkan embung sebagai lokasi berolahraga, dibalik niat untuk memperoleh kesehatan, nyatanya merekapun nampak seperti sekelompok manusia egois yang tidak peduli terhadap lingkungan sekitar. Dijaman teknologi internet saat ini, kampanye hidup sehat dengan berolahraga kencang beredar di dunia maya. Kebiasaan inipun mulai banyak diadopsi terutama pada kalangan anak muda: dengan cara lari, angkat beban, senam sehat, dan bermacam lagi istilah olahraga yang muncul di era modernitas. Ironisnya, dari cara mereka menjaga kebugaran tubuh tersebut, tidak berbanding lurus dengan cara mereka memperhatikan kebersihan lingkungan yang mereka gunakan sebagai media/lokasi berolahraga. Padahal kebersihan lingkungan merupakan aspek yang tidak kalah penting dalam menjaga kesehatan tubuh bahkan pikiran. Disisi lain, kehadiran para penjual jajanan lokal keliling di Embung Tambakboyo juga tak kalah mencemaskan manakala mereka turut membantu para trouble maker lainnya menambah volume sampah di lokasi Embung. Toh mereka pikir bahwa dirinya hanyalah pendatang, tidak perlu repot-repot mengurusi wilayah orang. Padahal jika lokasi mereka berjualan tercemar, maka lingkungan tersebut terancam kehilangan pengunjung yang berarti juga mengurangi penghasilan mereka.

Masalah selanjutnya berasal dari penduduk setempat yang tinggal di lingkungan Embung Tambakboyo. Sudah sangat jelas sekali bahwa persentasi tingkat kesadaran masyarakat akan kebersihan lingkungan tempat tinggal mereka masih jauh dibawah rata-rata. Kondisi ini didukung dengan kurangnya pengalokasian keranjang sampah sehingga warga merasa kebingungan harus membuang kemana sampah-sampah rumah tangga mereka. Tidak ada pula informasi mengenai cara mengelola tumpukan sampah rumah tangga dengan baik. Sementara disisi lain, pemerintah nampak kurang memperhatikan lingkungan tersebut, bahkan terkesan saling melempar tanggung jawab seperti yang disampaikan oleh tribunjogja.com. Satu hal yang lebih mengkhawatirkan lagi ialah masih ada sekelompok oknum yang menganggap sungai sebagai tempat terbaik untuk membuang sampah. Sehingga dengan pemaparan diatas kita tidak perlu merasa heran jika Tambakboyo belum bisa mewujdukan lingkungan wisata dan sumber cadangan PDAM yang bersih seperti yang kita harapkan.

Kalau sudah begini, tahu sendiri kan akibat buruk apa saja yang dapat ditimbulkan? Penurunan fungsi ini haruslah kita sadari dan pikirkan bersama-sama, jangan hanya terpaku pada pemerintah apalagi sampai sibuk sikut sana sini saling menyalahkan. Yogyakarta adalah tanah milik kita yang tinggal didalamnya, bukan hanya milik pemerintah ataupun lembaga tertentu. Sudah sepatutnya kita semua bekerja sama, untuk menjaga dan merawat kebersihan lingkungan kita. Mulailah dari diri kita sendiri, menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal kita, tidak mengotori/membuang sampah sembarang ditempat-tempat umum, ubah pola pikir primitif yang menganggap sungai sebagai tempat pembuangan sampah terbaik yang pernah ada. Dan yang terpenting, berusahalah untuk mencintai negeri kita yang kaya ini. Berhentilah menjadi manusia egois, anak cucu kita juga punya hak untuk menikmati udara, air, dan lingkungan yang bersih dan jauh dari cemaran tumpukan sampah yang dapat menimbulkan berbagai penyakit.




Sumber:
Tribunjogja.com
Wikipedia Bahasa Indonesia
Gudeg.net



Tidak ada komentar:

Posting Komentar